Jepang adalah salah satu negara maju di dunia, dapat di bilang
pemerataan di negara itu sudah sangat stabil. Jadi bisa dikatakan sebagian
besar rakyat Jepang berada dalam ketercukupan kebutuhan, baik kebutuhan sandang
pangan, pendidikan, interaksi sosial dan lain-lain. Jadi secara nalar, mereka
telah mendapatkan kehidupan yang layak.
Namun begitu, negara yang di juluki matahari terbit ini memiliki
sebuah tradisi yang di anggap ambigu oleh mata dunia, yaitu tradisi Harakiri.
Harakiri adalah bunuh diri yang di lakukan untuk menjaga kehormatan keluarga
atau jika seseorang telah merasa tidak kuasa untuk menanggung beban hidup.
Harakiri juga di lakukan sebagian orang, karena merasa dirinya tidak mampu bekerja
keras layaknya orang-orang di sekitarnya dan menganggap dirinya tak berguna,
lantas mengambil jalan pintas. Harakiri atau tradisi bunuh diri yang berasal
dari Negeri Sakura ini telah dikenal oleh bangsa lain. Hanya saja di negaranya,
harakiri lebih dikenal dengan sebutan Seppuku. Walaupun di Jepang sendiri
istilah harakiri dianggap sebagai istilah yang kasar.
Tindakan bunuh diri, dalam bahasa Jepang disebut dengan seppuku (切腹) atau
harakiri (腹切り) yang jika dilihat dari kanjinya dapat diartikan sebagai tindakan
memotong atau merobek perut. Tindakan ini dahulu merupakan salah satu ritual
yang dilakukan oleh para kaum bushi atau ksatria samurai. Bushi akan melakukan
ritual harakiri apabila mereka tertangkap oleh musuh karena berprinsip lebih
baik mati daripada harus disiksa oleh musuh, dan jika bushi tersebut melakukan
pengkhianatan atau gagal dalam tugasnya, sebagai wujud dari penyesalan dan
tanggung jawabnya karena telah mengecewakan kelompoknya. Ritual harakiri ini
akan dilakukan di depan kelompoknya (jika berupa hukuman karena gagal bertugas)
dengan sebuah pisau tradisional yang bernama tanto, setelah membuka kimono yang
dikenakan, perut dirobet dari arah kiri ke kanan hingga isi perut bushi
tersebut keluar.
Harakiri sebenarnya sudah resmi dihapuskan pada tahun 1873, segera
setelah restorasi Meiji, namun seiring berjalannya waktu aksi harakiri tersebut
masih terjadi hingga saat ini dan menjadi tradisi yang membumi dan mengakar di
Jepang. Dalam tradisi Jepang, harakiri tidak hanya tradisi milik para samurai,
harakiri dilakukan oleh siapa saja untuk menjaga kehormatan keluarga atau jika
seseorang telah merasa tidak kuasa untuk menanggung beban hidup atau menanggung
malu. Prinsip lebih baik mati berkalang tanah daripada hidup menanggung malu,
bagi orang Jepang sungguh-sungguh dilakukan. Bagi mereka, tidak ada gunanya
lagi melanjutkan hidup bila sudah kehilangan kehormatan. Oleh karena itulah di
Jepang, tradisi harakiri bukan sesuatu yang tabu. Maka dari itu, Jepang menjadi
negara dengan angka bunuh diri terbesar di dunia, bersama Rusia dan Hungaria,
dengan skala mencapai 30.000 individu yang melakukan bunuh diri. Bahkan di
jepang, angka bunuh diri mencapai lebih dari 30.000 selama 8 tahun terakhir
ini.
Harakiri juga kadang dilakukan sebagai bentuk dari hukuman mati bagi
samurai yang telah melakukan pelanggaran serius seperti pembunuhan yang tidak
beralasan, pemerkosaan, perampokan, korupsi, pengkhianatan dan kejahatan lain
yang tak termaafkan. Dalam perkembangannya, harakiri tetap hidup sebagai
spirit, falsafah dan kode etik kepemimpinan dalam pemerintahan Jepang modern.
Harakiri politik sudah menjadi hal yang lumrah, karena semangat bushido
meletakkan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi.
Harakiri biasanya dilakukan dengan upacara atau ritual yang rumit.
Orang yang hendak bunuh diri mandi dulu bersih-bersih, lantas pakai pakaian
putih-putih, makan dulu, baru sesudahnya siap-siap untuk memulai penusukan. Orang
yang bersangkutan akan duduk diam dengan tanto diletakkan di depannya. Kemudian
menulis puisi terlebih dahulu. Setelah menyelesaikan puisinya, orang itu
mengambil tanto yang lantas ditusukan ke perut agak ke kiri lantas tanto
digeser ke kanan, yang terakhir ke atas sedikit, agar isi perutnya keluar. Setelah
aksi penusukan tersebut, sekarang giliran Kaishakunin beraksi menyabet
lehernya. tanto bekas pakai tadi lalu diletakkan di piring bekas makan tadi.
Ritual yang telah membudaya di Jepang ini dianggap sesuatu yang sah,
walaupun agak sukar untuk dilakukan orang biasa. Namun harakiri juga dianggap
sebuah kekerasan karena setiap kali ada orang atau warga Jepang yang melakukan
salah, maka ia akan berorientasi untuk bunuh diri, seperti dipaksa oleh keadaan
sekitar. Tapi ini juga yang membuat bangsa Jepang menjadi sangat maju dalam
perkembangannya. Mereka menginginkan segala hal yang dilakukan bersifat
perfeksionis, tak ada cacat sama sekali. Semangat inilah yang menjadikan Jepang
dikenal sebagai bangsa beretos kerja tinggi, memiliki dedikasi dan loyalitas
yang jarang dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia. Berpijak dari spirit
inilah Jepang mampu mengukuhkan diri sebagai salah satu negara maju di dunia,
baik dalam ekonomi, budaya politik, teknologi, industri maupun olahraga,
khususnya sepakbola.
Tindakan harakiri pertama kali dilakukan oleh Minamoto no Yorimasa
ketika perang Uji pada tahun 1180. Tindakan harakiri ini banyak dilakukan oleh
daimyo (pemimpin tertinggi kaum bushi) yang kalah pada suatu perang atas
perintah daimyo yang memenangkan perang tersebut. Tindakan bunuh diri dari
daimyo yang kalah ini akan memberikan dampak psikologis bagi pengikutnya,
sehingga tidak akan ada yang berani untuk melakukan perlawanan. Toyotomi
Hideyoshi sering menggunakan metode ini untuk melumpuhkan kekuatan musuhnya
yang sudah kalah.
Peristiwa yang paling dramatis terjadi ketika Hideyoshi berhasil
memimpin klan Odawara untuk mengalahkan klan Hojo, keluarga daimyo terkuat di
Jepang bagian timur, pada tahun 1590. Saat itu ia memerintahkan Hojo Ujimasa,
mantan daimyo dari klan Hojo untuk melakukan harakiri kemudian mengasingkan
putranya Ujinao agar putranya aman dan bisa melanjutkan kehidupan seperti
layaknya manusia normal lainnya.
Dalam perkembangannya, harakiri dilakukan oleh seseorang untuk
menunjukkan rasa ketidak-setujuannya kepada keputusan penguasa (baik raja maupun
pemerintah modern). Kejadian yang terkenal adalah harakiri yang dilakukan oleh
sastrawan terkenal Jepang, Mishima Yukio di markas besar tentara Jepang pada
tahun 1970 sebagai bentuk protesnya kepada kebijakan pemerintah pada masa itu.
Bahkan sekarang ada seseorang yang menulis tata cara dan panduan
lengkap bunuh diri. Namanya Wataru Tsurumi. Menurutnya, bunuh diri adalah
sesuatu yang tidak salah, karena itu merupakan hak dan kebebasan dari setiap
individu, setiap orang berhak menentukan jalan yang ingin di tempuhnya sendiri.
Dalam bukunya, bahkan Tsurumi memaparkan denagn gamblang metode-metode untuk
bunuh diri, mulai dari meminum obat-obatan yang mematikan, memotong urat nadi,
menggunakan karbon monoksida, dan sebagainya. Namun Tsurumi mengecam aksi bunuh
diri massal yang juga marak di lakukan di Jepang akhir-akhir ini. Dia menilai
bunuh diri adalah hak setiap individu, namun tidak boleh mengajak-ajak atau
memprovokasi orang lain untuk ikut melakukannya. Namun begitu, Tsurumi berharap
agar orang yang ingin bunuh diri dan membaca bukunya, tetap hidup. Menurutnya,
bunuh diri hanya boleh di lakukan jika orang merasa dalam tekanan hebat dan
tidak kuat lagi menjalani kehidupan.
Seiring dengan berkembangnya zaman, harakiri tidak hanya dilakukan
dengan aksi bunuh diri, sekarang ini telah berkembang istilah "Harakiri
politik" yakni bunuh diri jabatan. Yaitu mengorbankan kepentingan pribadi
demi kepentingan nasional (bangsa) yang juga merupakan simbol keberanian
seorang pemimpin dalam menghadapi kegagalan, kesalahan dan kekalahan dalam
tugas. Harakiri politik adalah tolok ukur bangsa yang bermartabat dan
terhormat. Sedikit belajar dari negara tetangga Jepang, sikap ksatria prajurit
samurai para pemimpinnya yang menjunjung tinggi etos pengorbanan tiada batas
terbukti membawa negeri sakura kepada martabat terhormat yang diakui dunia.
Harakiri politik ini berguna untuk menyelamatkan kepentingan yang
lebih besar dan menjaga kehormatan sebagai ciri khas watak ksatria. Dan
sekarang pemikiran harakiri politik itu sebenarnya bukan hanya tradisi bangsa
Jepang. Beberapa negara di dunia yang dikenal memiliki semangat nasionalisme
tinggi juga tak lepas dari sejarah yang sama.
Dua contoh teranyar dari
harakiri politik adalah mundurnya Perdana Menteri Jepang Naoto Kan pada 26 Agustus
2011 akibat krisis nuklir pasca gempa besar (tsunami) yang melanda negeri itu
dan ketidakpuasan publik dengan penanganan pemerintah terhadap krisis itu. Kemudian
disusul dengan mundurnya Menteri Industri Yashio Hachiro pada 12 September 2011
hanya gara-gara salah ucap dengan menyebut Jepang sebagai “Kota Kematian” pasca
gempa besar itu. Padahal, setahun sebelumnya, pada 2 Juni 2010, PM Jepang Yukio
Hatoyama juga melakukan hal yang sama. Hatoyama yang hanya menjabat selama 9
bulan mengundurkan diri setelah popularitasnya menurun drastis akibat
keputusannya mempertahankan pangkalan militer AS di Okinawa.
Mundur dari jabatan merupakan tradisi bangsa Jepang dalam menjaga
etika kepemimpinan khas samurai. Harakiri politik. Bunuh diri kekuasaan adalah
bagi pemimpin politik dan kekuasaan Jepang adalah simbol kehormatan prajurit
samurai yang telah terdidik untuk tidak menerima kekalahan, kesalahan dan
kegagalan. Menang, benar dan sukses atau mati! Demi kepentingan dan kehormatan
partai (atau negara), nyawa (kepentingan pribadi) rela dikorbankan.
Begitu kuatnya masyarakat Jepang dalam menjaga tradisi samurai,
bahkan belum lama terjadi, seorang Presiden Perusahaan Kereta Api Hokkaido di
Jepang, Naotoshi Nakajima, memilih untuk mengakhiri hidupnya dengan harakiri
(bunuh diri). Ia merasa bersalah atas terjadinya kecelakaan kereta api di
Hokkaido, pada bulan Mei 2011 lalu. Padahal kecelakaan tersebut mengakibatkan
35 orang luka-luka, meski tidak ada korban jiwa.
Meski begitu, negara kita Indonesia adalah bangsa yang menjunjung
tinggi nilai agama, moral dan perilaku. Oleh karena itu, sangat tidak
disarankan apabila Indonesia juga mengikuti jejak yang sama, yaitu tradisi
harakiri atau bunuh diri tersebut. Pemaparan di atas hanya untuk menambah
wawasan dan pengetahuan mengenai sejarah bangsa Jepang yaitu tradisi harakiri,
jadi tidak sepantasnya kita juga mencoba meniru adegan berbahaya tersebut.
Sekian dan terima kasih.
0 komentar :
Posting Komentar