Dinamai dengan nama Annisa Hidayati, anak kedua dari tiga bersaudara ini diharapkan oleh kedua orangtuanya, yakni pasangan Ali Sadikin dan Haidah Karany, menjadi seorang perempuan yang diberikan hidayah oleh Allah. Menjadi satu-satunya putri diantara saudara lelakinya yang lain, yaitu Ali Mudzakkir Hamidi dan Hikam Fathi Hady, tidak menjadikan ia dibedakan oleh ayah-ibunya dalam segala hal. Perempuan yang akrab disapa Icha atau Chaday ini lahir di Samarinda, pada hari Selasa tanggal 29 April 1997. Terlahir dari keluarga sederhana berlatar belakang pendidikan membuat ia menyadari bahwa pendidikan itu sangatlah penting untuk meraih masa depan yang sukses. Sehingga ia memutuskan agar harus mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi lagi dibanding orangtuanya.
Sejak kecil ia sudah diperkenalkan dengan pengetahuan
agama yang cukup luas serta bacaan shalat dan Al-Quran, sehingga tidaklah susah
untuknya membaca kalam Ilahi secara fasih dengan dibimbing dalam waktu yang
cepat. Tempaan keras dari kedua orangtuanya sejak dini menjadikan seorang Icha
kecil selalu berusaha keras untuk mendapatkan apa yang ia inginkan dan tidak
suka bergantung pada orang lain. Pada usia 5 tahun, ia menempuh pembelajaran di
TK Aisyah Bustanul Athfal 6 Samarinda Seberang. Pernah meraih juara II lomba
busana muslim, juara III lomba menghafal surat serta juara II lomba shalat untuk
kategori TK se-kota Samarinda.
Besar di lingkungan dimana saudara sepupu dan teman
laki-laki berjumlah lebih banyak dibandingkan perempuan, menjadikan perempuan
penyuka warna pelangi ini memiliki sifat tomboy sewaktu kecil. Di pagi hari
saat di TK ia akan bermain ayunan dan masak-masakan bersama teman perempuannya,
sementara di sore hari ia akan bermain bola dan sepeda bersama teman lelakinya.
Ia juga dikenal sebagai gadis kecil yang galak. Di umurnya yang berselisih 2
tahun dengan kakaknya, ia sangat sering berkelahi dengan kakaknya sewaktu
kecil. Saat itu yang ada di benaknya hanya bermain dan bermain, sama sekali
tidak mempunyai niat atau keseriusan dalam melakukan suatu hal. Bisa dibilang
ia mempunyai masa kecil yang menyenangkan.
Perempuan penikmat nasi goreng ini sangat suka membaca.
Mungkin dipengaruhi juga oleh kedua orangtuanya yang notabene sebagai pendidik.
Ia gemar membaca apa saja mulai dari novel, komik, ensiklopedia, hingga membaca
koran. Ya, koran. Berbagai berita dan info yang ia dapatkan terkadang ia
ceritakan kepada ayah-ibunya saat makan malam. Pun terkadang orangtuanya
menemukan gadis kecil mereka sedang tertawa sendiri saat membaca komik.
Perempuan semampai ini saat kecilnya juga menyukai menonton acara TV “Buser”,
acara TV yang menampilkan berita-berita kriminal dari seluruh pelosok Indonesia,
yang seharusnya tidak boleh ditonton untuk anak di bawah umur. Untuk ukuran
anak TK, kegemarannya yang satu ini bisa dikatakan aneh dan jarang terjadi.
Walaupun sudah dilarang keras, gadis kecil ini akan menyelinap untuk menonton
saat kedua orangtuanya pergi untuk bekerja.
Kemudian, perempuan berdarah Banjar ini melanjutkan
pendidikan formalnya di SDIT Cordova Samarinda, sekaligus menamatkan hafalan
juz 30-nya. Semasa di SD ia pernah menjabat sebagai ketua klub teater SDIT
Cordova dan melakukan beberapa pementasan. Pun sempat menekuni dunia
bulutangkis serta berkecimpung di bidang tilawatil Quran, dan pernah menjadi
juara II dalam lomba tilawatil Quran se-kelurahan Samarinda Seberang. Peraih
salah satu NEM Terbaik di SD-nya inipun juga menjadi juara III untuk Try Out
tingkat SD kota Samarinda yang diselenggarakan oleh tempat bimbingan belajar
Primagama. Ia juga pernah menjadi pemenang I untuk lomba cerdas cermat agama
islam tingkat kota Samarinda, dan beberapa lomba lain seperti kultum dan lacak
dunia islam. Gadis berperawakan ramah ini juga berkesempatan untuk mengikuti perlombaan
pramuka yang diselenggarakan oleh Jaringan Sekolah Islam Terpadu di Cibubur,
beserta murid sekolah islam lain yang berasal dari seluruh Indonesia, Malaysia,
dan Brunei Darussalam.
Semasa di SD, ia terinspirasi oleh kakak sepupunya yang
sedang menempuh studi untuk menjadi seorang dokter. Di matanya, dokter adalah
penyelamat kehidupan manusia, seorang penyembuh yang akan melakukan berbagai
macam operasi untuk mengamankan nyawa banyak orang, penolong yang dengan segala
kesahajaannya menempuh pedalaman yang baru sedikit terjamah untuk mengobati
orang-orang yang membutuhkannya. Dan ia bermimpi suatu saat nanti ia akan
menjadi seorang dokter yang dapat membantu masyarakat sekitar.
Setelah itu, dengan berdasar pada pilihan hatinya ia
melanjutkan pengembaraan intelektualnya dengan belajar di MTs. Darunnajah Jakarta
Selatan. Sekolah islam berbasis pesantren modern tersebut sedikit banyak telah
mengubah kehidupan perempuan berjilbab ini, jauhnya keberadaan orangtua semakin
membuatnya mandiri dan bertekad untuk mencetak prestasi agar ayah-ibunya bangga
terhadap putri tunggal mereka. Di sekolah tersebut mentalnya semakin ditempa
dalam kondisi sesulit apapun. Awalnya memang terasa berat untuknya, tinggal
berjauhan dengan keluarga besarnya di Kalimantan. Walaupun ia memiliki beberapa
keluarga di Jakarta, namun terkadang rasa penyesalan dan kesedihan datang
menghampiri.
Beruntung ia memiliki sifat mudah bergaul sehingga
terkadang rasa rindu dengan keluarga bisa terobati dengan keberadaan
teman-temannya. Bukan tanpa alasan yang jelas mengapa ia merantau ke sekolah
tersebut. Ia melanjutkan ke sekolah islam tersebut dikarenakan khawatir akan
pergaulan dan kehidupan remaja di SMP negeri pada umumnya, sehingga untuk
meminimalisir kejadian tersebut ia memutuskan untuk mengundurkan diri dari
program penerimaan murid baru di salah satu SMP favorit di Samarinda. Di
madrasah ini, pengetahuannya di bidang agama semakin bertambah, kosakata
Inggris dan Arabnya dilatih setiap hari, dia juga harus menyeimbangkan
pengetahuan umum dengan agamanya, dan di sekolah baru tersebut kedisiplinan
benar-benar ditegakkan. Pernah ia mendapatkan hukuman karena tidak menggunakan bahasa Arab dan Inggris, dan
hukuman tersebut membuatnya malu untuk melanggar kedisiplinan sekolah lagi.
Lulus pada tahun 2012, ia mendapatkan peringkat III
peraih NEM terbaik SMP tingkat sub-regional Jakarta Selatan. Sebelumnya semasa
SMP ia juga acap kali menjuarai lomba cerdas cermat dan sering menempati posisi
sebagai juara kelas dan juara angkatan. Perempuan periang ini juga pernah
menjuarai lomba pidato bahasa Arab di sekolahnya. Kemudian perempuan tangguh
ini juga pernah mendapatkan juara III lomba tapak suci. Setelah berhasil
menamatkan pendidikannya di SMP, ia memutuskan untuk melanjutkan ke jenjang SMA
di sekolah yang sama. Perlu diketahui, madrasah tersebut menerapkan sistem 6
tahun pembelajaran.
Namun atas keinginan kedua orangtuanya dan beberapa
alasan, ia melanjutkan proses pembelajarannya di SMAN 10 Samarinda. Proses
masuk ke sekolah tersebut juga bisa dibilang lancar dan ia tidak menemui
kesulitan berarti saat melakukan ujian tertulis serta tes wawancara. Setelah
resmi menjadi murid SMAN 10 Samarinda, perempuan penyuka teh ini menemukan ketertarikan
profesi lain selain dokter. Ia berminat dalam bidang hukum dan sosial. Ia juga
tertarik untuk meneruskan kuliah ke jurusan hukum atau hubungan internasional.
Perempuan bergolongan darah O ini juga ingin mendirikan suatu yayasan sosial
yang bergerak di bidang penyembuhan atau terapi untuk anak yang mengalami gangguan
mental atau keterbelakangan.
Sejak kecil, ia berusaha untuk selalu mengamalkan ajaran
kedua orangtuanya yaitu untuk tidak meninggalkan shalat lima waktu. Ayah-ibunya
juga selalu berkata bahwa tidaklah penting suatu kemenangan itu tanpa suatu
proses pembelajaran di dalamnya. Harapannya, ke depannya ia dapat berguna untuk
semua orang, semakin belajar dari kesalahan yang telah lalu, turut serta dalam
meningkatkan kemaslahatan umat, serta terus mencetak prestasi demi mencapai
ridha Ilahi J
Samarinda, 8 Februari 2014
Dibuat dengan sepenuh hati, tanpa ada paksaan
ANNISA HIDAYATI
0 komentar :
Posting Komentar