Halo Untuk Kesekian
Halo, perkenalkan. Aku adalah kertas usang yang sengaja hadir disini untuk membumbungkanmu ke dalam kenangan.
Dan kamu adalah sosok yang aku rindukan.
Sedangkan kita adalah cerita bahagia yang selalu ingin kurasakan.
Bagaimana kabarmu? Pasti baik saja bukan?
Sedangkan aku? Oh tentu saja. “Tidak” baik-baik saja.
Apakah kamu tau itu? Mungkin tidak.
Tidak seperti aku yang setiap hari, setiap jam, bahkan mungkin setiap
menit memperhatikanmu.
Aku adalah kertas usang, yang keberadaannya mungkin tidak pernah kau
bayangkan.
Aku adalah kertas usang dari kumpulan kisah masa lalu yang selalu
kusimpan.
Selang waktu berjalan, saat dua mataku ini melihat gerak-gerikmu, saat itu
juga aku tahu mungkin aku akan melewati suatu kisah denganmu.
Dan, tik tok. Waktu yang membuat kita menjadi seperti sekarang ini.
Bersamamu aku yakin, segalanya akan baik-baik saja.
Namun, tik tok. Waktu kembali menghampiri dan mempermainkan.
Dan kali ini aku yang melepas kendali dan kontrol diri. Cemburu itu
datang, meresapi dan memaknai, menjadikannya suatu hal yang kubenci.
Ketika tawamu, senyummu, dan bahagiamu untuk orang lain. Duniaku serasa
menggelap.
Mungkinkah tersisihkan? Mungkinkah terabaikan? Mungkinkah terlewatkan?
Hanya hatiku yang selalu menerka-nerka.
Kenapa aku tidak bisa sepertimu? Tertawa bahagia dengan orang lain
sepertimu?
Apakah karena aku kertas usang? Sedangkan kamu sosok yang aku rindukan?
Kenapa ketika aku ingin sekali membencimu, semakin aku membenci diriku
sendiri?
Oh, apakah ini mungkin takdir?
Tidak. Takdir tidak untuk membenci diri sendiri bukan?
Di kejauhan pikiranku menerawang. Dan sampailah aku pada satu kesimpulan.
Bahwa kamu dan aku adalah dua kehidupan yang terhalang dan sulit untuk
menjadi satu. Bukan tidak bisa, tapi mungkin belum saatnya.
Kamu akan selalu merasa nyaman dalam duniamu, sementara aku? Aku masih
disini.
Merangkak pelan dalam duniamu, menjadi seorang figuran yang mungkin tak
berpengaruh apapun untukmu.
Bergerak menjadi sebuah setting kecil dalam kehidupanmu. Menjadi sepotong
dialog yang jarang kau ucapkan.
Kenapa disini aku yang seakan tersiksa?
Menahan perih dan sakitnya merindukanmu. Menahan desakan airmata saat kau
tertawa dengan orang lain.
Kenapa aku tak bisa sepertimu? Kenapa kertas usang ini tidak bisa terlepas
dari jeratan kerinduan?
Sosokmu begitu menyenangkan untuk kulihat. Tapi kenapa bisa begitu sakit
untuk dirasakan?
Inikah rasanya mencintaimu?
Tidak. Disini cinta tidak bisa disalahkan. Karena cinta datang murni tanpa
paksaan.
Kenapa aku merasakan rasa sakit ini dan tidak bisa dengan mudah
meluapkannya, semudah aku jatuh cinta padamu?
Apa ini hukumanku? Karena penyakit tak pekaku yang telah mendarah daging?
Apakah karena aku yang terlalu mudah menyia-nyiakan kehadiranmu?
Atau mungkin karena lidah dan hatiku yang tak bisa berkoordinasi dengan
baik, sehingga kau sering terluka olehku?
Bisakah sebentar saja kau melihatku? Mengetahui keberadaanku dan
menyelamatkanku dari rasa gelisah yang semakin menggebu?
Merasakan tetes jatuh airmataku? Mengobati sedikit kerinduanku? Membantuku
melupakan semua hal menyakitkan yang ada pada dirimu?
Bisakah sebentar saja kau melihatku? Menyapaku dengan senyum terbaikmu
yang biasanya selalu kau sunggingkan?
Bermain dengan rayuan gombal mautmu dan menertawaiku dengan konyol?
Mengajariku dengan berbagai kata-kata sok bijakmu?
Itu yang aku inginkan.
Bisakah terulang kembali?